Rabu, 27 Desember 2017

REKLAMASI TELUK JAKARTA DALAM PERSPEKTIF UUD 1945

Oleh: Ahmad Almer


Reklamasi, menurut KBBI artinya adalah sebuah usaha memperluas tanah dengan memanfaatkan daerah yang sebelumnya tidak digunakan atau bahkan tidak berguna, atau lebih mudahnya pengurukan. Reklamasi biasanya dilakukan apabila memang perluasan lahan itu sangat diperlukan mengingat dampak buruknya terhadap lingkungan yang dijadikan tempat reklasmasi itu.
Sudah banyak negara-negara yang melakukan reklamasi dalam rangka memenuhi kebutuhannya. Jepang misalnya, negara ini melakukan perluasan lahan di daerah Kansai, Kyoto, Jepang seluas kira-kira 10 kilometer persegi. Jepang melakukan hal ini dalam rangka perluasan terhadap pelabuhan dan Bandara Internasional Kansai. Selain Jepang, Singapura juga melakukan reklamasi. Singapura memperluas lahannya hingga mencapai 716 kilometer pada tahun 2016[1] dengan mengimpor pasir dari Riau selama 24 tahun, dari tahun 1978-2002[2].           
Melihat kesuksesan dari beberapa negara dalam hal reklamasi, mungkin negara ini akhirnya tergiur dengan hal yang sama, akhirnya terjadi reklamasi di mana-mana, namun yang akan saya soroti dalam tulisan ini adalah reklamasi yang terjadi di Jakarta.
Wacana tentang reklamasi di Jakarta sudah ada sejak era Presiden Soeharto. Pada era Gubernur Sutiyoso dikeluarkan Perda Rencana Tatar Ruang 2010 yang menyebutkan bahwa reklamasi ini akan terpisah dari pantai lama dan memiliki tujuan dengan kegiatan utama jasa dan perdagangan internasional, perumahan, pelabuhan sena pariwisata[3]. Reklamasi ini juga merencanakan pembangunan pemukiman masyarakat menengah ke atas[4]. Kawasan pantai utara ini direncakanan akan dilalukan reklamasi seluas 2700 hektar[5].
Reklamasi di Jakarta ini menurut saya belum dibutuhkan. Jakarta masih memiliki banyak lahan yang masih menunggu pemerataan pembangunan, tentunya pembangunan yang berpihak kepada rakyat. Namun, kalau pun Jakarta sudah tidak memungkinkan lagi untuk dilaksanakan pembanguan fisik dan sudah tidak dapat lagi menampung para penduduk, baik penduduk asli maupun para pendatang, maka masih banyak daerah di Indonesia yang menunggu untuk dilaksanakan pembangunan fisik, kembali saya tekankan, pembangunan yang tentunya berpihak kepada rakyat. Dari pada harus mereklamasi pantai utara Jakarta dan daerah-daerah lainnya, menurut saya alangkah lebih baiknya melaksanakan pemerataan pembangunan terlebih dahulu, dan juga tidak boleh kita lupakan bahwa pembangunan tidak hanya berupa fisik, masyarakat juga harus dibangun.
Pembangunan haruslah mengacu kepada UUD 1945, baik GBHN ataupun RPJPN, keduanya memiliki landasan konstitusional yaitu UUD 1945. Kasus reklamasi di Jakarta menurut saya tidak sesuai dengan UUD 1945. Dengan berjalannya reklamasi, maka akan berdampak pada lingkungan sekitar.  Rusaknya lingkungan yang merupakan dampak dari reklamasi, membuat warga Jakarta, terutama mereka yang hidup di pantai utara Jakarta dan memiliki pekerjaan sebagai nelayan akhirnya dirugikan, mereka kehilangan mata pencaharian, dan akhirnya mereka juga tidak dapat hidup sejahtera jika mereka tidak memiliki penghasilan yang cukup, padahal pada Pasal 27 ayat 2 UUD 1945 disebutkan bahwa tiap-tiap warga negara berhak atas pekerjaan dan penghidupan yang layak bagi kemanusiaan. Beberapa dampak negative lainnya yang menyangkut kesejahteraan masyarakat juga akan menyusul bila reklamasi ini tetap dilaksanakan.
Mengacu kepada UUD 1945, Bumi dan Air dan Kekayaan Alam yang terkandung didalamnya dikuasai oleh negara dan digunakan untuk kepentingan kemakmuran rakyat. Namun, reklamasi di Jakarta ini membuktikan bahwa segala sumber daya alam yang seharusnya dipergunakan untuk kepentingan kemakmuran justru diabaikan. Lingkungan yang ada justru dirusak oleh proyek reklamasi ini.
Dalam pasal 28H UUD 1945 juga, seharusnya setiap orang berhak hidup sejahterah lahir dan batin, bertempat tinggal, dan mendapatkan lingkungan hidup yang baik dan sehat. Namun, warga pesisir juga pada akhirnya digusur dan kehilangan tempat tinggal. Mereka juga tidak mendapatkan lingkungan hidup yang baik dan sehat apabila proyek ini masih terus dijalankan karena proyek ini juga merusak ekosistem dan lingkungan di wilayah pantai utara Jakarta.
Namun, apabila proyek ini pada akhirnya dihentikan apakah keuntungan yang akan didapat, baik oleh masyarakat atau pun negara? lingkungan-lingkungan yang sudah terlanjur dibangun pulau baru pun sudah rusak, negara juga sudah mengeluarkan dana yang besar untuk proyek ini. Selain menolak proyek yang sudah terlanjur berjalan ini, kita juga harus memikirkan solusi apa yang akan kita laksanakan apabila proyek reklamasi ini dibatalkan.



[1] https://www.cnnindonesia.com/nasional/20160415172432-20-124254/berkaca-dari-reklamasi-di-singapura
[2] https://www.cnnindonesia.com/nasional/20160415172432-20-124254/berkaca-dari-reklamasi-di-singapura
[3] Peraturan Daerah Rencana Tata Ruang Wilayah 2010
[4] Peraturan Daerah Rencana Tata Ruang Wilayah 2010
[5] Peraturan Daerah Rencana Tata Ruang Wilayah 2010

Tidak ada komentar:

Posting Komentar